Tingkatkan Investasi Industri, GHG Protocol Perlu diterapkan di Indonesia

Tingkatkan Investasi Industri, GHG Protocol Perlu diterapkan di Indonesia

EnvidataID, Semarang – Greenhouse Gas (GHG) Protocol adalah standar global yang digunakan untuk mengukur dan mengelola emisi gas rumah kaca (GRK) dari perusahaan, organisasi, dan pemerintah. GHG Protocol dikembangkan oleh World Resources Institute (WRI) dan World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) untuk menyediakan kerangka kerja yang komprehensif dalam pelaporan dan mitigasi emisi GRK.

Tujuan utama dari GHG Protocol adalah untuk memfasilitasi organisasi dalam menghitung dan melaporkan emisi GRK mereka secara transparan dan akurat. Protokol ini berfungsi sebagai standar global yang dapat diterapkan oleh berbagai sektor industri dan pemerintah. Selain itu, GHG Protocol bertujuan untuk mendukung pengembangan strategi pengurangan emisi dan kebijakan keberlanjutan. Lebih lanjut, protokol ini mendorong investasi dalam teknologi rendah karbon dan efisiensi energi, yang merupakan langkah penting dalam mitigasi perubahan iklim.

Kategori Emisi dalam GHG Protocol

GHG Protocol membagi emisi GRK menjadi tiga kategori utama:

  1. Scope 1: Emisi Langsung
    • Emisi yang berasal langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan oleh organisasi, seperti pembakaran bahan bakar dalam kendaraan atau mesin produksi.
  2. Scope 2: Emisi Tidak Langsung dari Energi yang Dibeli
    • Emisi yang dihasilkan dari listrik, uap, panas, atau pendingin yang dibeli dan digunakan oleh organisasi.
  3. Scope 3: Emisi Tidak Langsung Lainnya
    • Emisi yang berasal dari aktivitas di luar kendali langsung organisasi, seperti transportasi rantai pasok, penggunaan produk oleh pelanggan, dan pengelolaan limbah.

Standar dalam GHG Protocol

GHG Protocol memiliki berbagai standar yang dirancang untuk sektor tertentu dan kebutuhan pelaporan yang berbeda, antara lain:

  • Corporate Standard: Untuk perusahaan dalam menghitung emisi Scope 1 dan 2.
  • Scope 3 Standard: Untuk mengukur dan mengelola emisi tidak langsung (Scope 3).
  • Mitigation Goal Standard: Untuk mengukur kemajuan dalam pengurangan emisi.
  • Policy and Action Standard: Untuk mengevaluasi dampak kebijakan dan tindakan terkait GRK.

GHG Protocol kini menjadi acuan utama dalam pelaporan emisi GRK bagi perusahaan multinasional, pemerintah, dan organisasi keberlanjutan di seluruh dunia. Di Indonesia, penerapan GHG Protocol semakin berkembang, terutama karena adanya kebijakan pemerintah yang mendorong industri untuk mengurangi emisi GRK. Penerapan ini terjadi di berbagai sektor industri, seperti energi, manufaktur, pertambangan, dan perkebunan.

Regulasi dan Kebijakan Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia telah mengadopsi berbagai kebijakan untuk mendukung penerapan GHG Protocol, antara lain:

  • Undang-Undang No. 16 Tahun 2016
    • Meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement), yang menargetkan pengurangan emisi sebesar 29% (tanpa bantuan internasional) dan 41% (dengan bantuan internasional) pada tahun 2030.
  • Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021
    • Mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), termasuk mekanisme perdagangan karbon untuk mengurangi emisi GRK di sektor industri.
  • PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan Hidup)
    • Program dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mewajibkan perusahaan melaporkan emisi GRK mereka.

Peluang Penerapan GHG Protocol di Indonesia

  • Meningkatnya Permintaan Pasar Global
    • Banyak perusahaan ekspor mulai diwajibkan untuk melaporkan emisi mereka sesuai standar GHG Protocol agar bisa masuk ke pasar Eropa dan Amerika.
  •  Investasi dalam Energi Terbarukan
    • Pemerintah mendorong transisi ke energi hijau, dengan target 23% bauran energi dari energi terbarukan pada 2025.
  • Pengembangan Pasar Karbon
    • Implementasi perdagangan karbon dan pajak karbon di Indonesia dapat mendorong perusahaan untuk lebih aktif mengurangi emisi.

Penerapan GHG Protocol di industri Indonesia terus berkembang, didorong oleh regulasi pemerintah, tekanan pasar global, dan inisiatif perusahaan dalam keberlanjutan. Meskipun masih menghadapi tantangan, langkah-langkah seperti investasi dalam teknologi hijau, peningkatan kapasitas industri, dan penguatan kebijakan dapat mempercepat transisi menuju ekonomi rendah karbon di Indonesia.

Sumber: envidata.id